"Apa perkembangan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau di berbagai Negara lain menarik untuk dipelajari"... ?
Terkhusus untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang mulai dilaksanakan pada tahun 1999 dinilai oleh para akademisi sebagai sebuah fenomena sosial yang menarik, mengapa tidak karena setelah lebih dari 32 tahun Indonesia menjalankan sistem sentralisasi pemerintahan, maka pelaksanaan otonomi dengan menganti sistem sentralisasi ke desentralisasi dipastikan menimbulkan berbagai permasalahan yang menarik untuk diteliti dan dipelajari. Berdasarkan pemahaman tersebut setidaknya ada berbagai alasan untuk mempelajari otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
- Indonesia punya nilai signifikan dalam perkembangan ilmu politik, dengan jumlah penduduk yang besar dan heterogen, sehingga patut untuk dijadikan objek kajian. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka hampir 300 juta jiwa dengan latar belakang suku, agama dan mendiami wilayah yang memiliki karakteristik lokal yang beranekaragam, sehingga akan melahirkan sistem lokal yang berlainan pula. Aceh dengan sistem pemerintahan semi monarkhi, yogyakarta dengan sistem pemerintahan lokal monarkhi dan daerah lain dengan sistem yang berlaianan pula, harus disatukan dengan sebuah sistem yaitu desentralisasi dengan berdasarkan konstitusi Negara Indonesia, tentu akan menimbulkan berbagai singungan dan akan melahirkan permasalahan yang sangat kompleks.
- Selalu ada Hal baru dalam perkembangan Otoda di Indonesia. Dari pemekaran daerah, keberhasilan dan kegagalan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari awal pelaksanaan otonomi daerah dengan landasan UU No. 22 tahun 1999 diibaratkan dearah – daerah seperti orang buta yang baru bisa melihat, sehingga memunculkan istilah terciptanya raja – raja kecil di daerah, bahkan hubungan antara pemerintah kabupaten/ kota dengan pemerintah provinsi menjadi kurang harmonis disebabkan tidak jelasnya pembagian kewenangan antar daerah. Ada juga fakta berpindahnya korupsi dari Pusat ke Daerah, sebagaimana di jelaskan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian dalam Negeri Prof. Djohermansyah Johan tahun 2014 bahwa 2/3 kepala daerah terlibat kasus korupsi, kemudian sampai sekarang banyak anggota legislatif baik pusat dan daerah yang terlibat korupsi, ini akibat overlaping pekerjaan sunguh sangat ironi padahal maksud diluncurkannya otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan dan pembangunan yang berbasis kearifan lokal dan partisipasi masyarakat.
- Program – program otonomi daerah masih meninggalkan berbagai masalah yang belum selesai, atau belum sesuai dengan cita – cita reformasi, dan juga ada kemajuan yang signifikan. Diantara masalah – masalah yang belum selesai dan membutuhkan penyelesaian selanjutnya adalah:
- Nasionalisme kedaerahan
- Batas wilayah baik provinsi, kabupaten bahkan sampai batas desa
- Perimbangan keuangan pusat dan daerah
- Aturan yang tumpang tindih
- Keterbatasan sumber daya (manusia, alam dan financial) dll
Pemikiran Pendukung dan Penentang Otonomi Daerah Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1999 banyak juga menimbulkan pro dan kontra, hal ini dirasakan wajar menginggat lebih 32 tahun Indonesia menganut sistem sentralisasi yang banyak menguntungkan pihak – pihak tertentu, tetapi juga merugikan pihak lain terutama masyarakat di daerah. Secara konsep ada beberapa pihak yang mendukung dan menentang pelaksanaan desentralisasi diantaranya dapat dijelaskan sbb :
Pemikiran Pendukung Otoda di Indonesia
Sekurang – kurangya ada 4 Perspektif alasan pihak yang mendasari segi positif otoda untuk dilaksanakan yaitu :
- Otoda adalah sarana untuk perwujudan demokratisasi Para pendukung Otoda mengklaim bahwa otoda dapat memajukan demokrasi dalam artian, akan menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyat, menjadikan dukungan rakyat lebih nyata, dan meningkatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Dengan pemerintahan hasil pilihan dari masyarakat diharapkan pemerintah daerah itu memahami permasalahan di daerahnya sehingga dalam menyusun perencanaan pembangunan akan lebih mudah.
- Otoda membantu meningkatkan kualitas dan efesiensi pemerintahan Cohen dan Peterson dan OECD (Mas’ud Said, 2005:25) menjelaskan bahwa otonomi daerah bisa memajukan sebuah sistem administrasi pemerintahan yang efesien dan kreatif, dan OECD mengemukakan bahwa otonomi daerah dapat meningkatkan efektifitas sektor publik. Dengan jenjang pengambilan keputusan yang lebih pendek, membuat efektifitas pemerintahan semakin baik. Lebih lanjut Rondinelli dan Cheema menegaskan bahwa proses otonomi daerah menuntut pembaharuan struktur dan institusi pemerintahan serta pembangunan kemampuan legislatif, maka kita bisa melihat bahwa otonomi daerah akan memberikan peluang untuk mendorong pengelolaan pemerintahan yang lebih baik, sehingga otonomi daerah merupakan sebuah pra-kondisi bagi tercapainya pengelolaan pemerintahan yang baik atau good governance, Mas’ud Said (2005 : 26).
- Otoda dapat mendorong stabilitas dan kesatuan nasional Triesman dari Bank Dunia (1999) menyatakan tujuan utama otonomi daerah ialah untuk mempertahankan stabilitas nasional saat berhadapan dengan tekanan kedaerahan. Ketika sebuah negara sangat terpecah – pecah, terutama atas dasar letak geografis dan etnis, otonomi daerah akan bisa menjadi pendorong atau mekanisme intutiusional bagi kelompok – kelompok yang bertentangan untuk terlibat dalam proses tawar menawar yang bersifat formal sesuai dengan aturan. Dalam konteks Indonesia untuk mengatasi separatisme berkembang maka dengan konsep otonomi daerah dapat direduksi, kasus Aceh dan papua misalnya yang dapat diselesaikan secara baik dengan otonomi khusus, tak terbayang jika tidak ada otonomi khusus mungkin sampai saat ini kedua daerah ini masih terlibat konflik vertikal dengan pemerintah pusat, bahkan dikuatirkan dapat merembet ke daerah lainnya.
- Otoda memajukan pembangunan daerah Lebih lanjut Sarundajang (Riant Nugraho, 2000 : 46) menjelaskan otonomi daerah sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi daerah, yang pertama hak dan wewenang untuk memanajemeni daerah, dan tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemni daerah, sementara “ daerah “ dalam arti local state government adalah pemerintah daerah yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Otonomi daerah adalah keluasan dalam hak dan wewenang serta kewajiban dan tangung jawab badan pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan keadaan dan kemampuan daerahnya sebagai wujud dari manifestasi desentralisasi atau devolusi.
Senada dengan hal tersebut, Kaloh (2002 : 57) menyataka bahwa inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintahan daerah (discreationary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran aktif masyarakat dalam mengembangankan dan memajukan daerahnya.
Pemerintahan sendiri maksudnya disini adalah pemerintahan yang bebas dari campur tangan pemerintahan pusat (desentralisasi) dan adanya pendelegasian wewenang kekuasaan kepada pemerintahan dibawahnya. Selanjutnya Widjaya (2002 :7) juga mengatakan bahwa melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah dengan pola sentralisasinya.
Pemikiran Penentang Otonomi Daerah
Selanjutnya terdapat juga argumentasi yang menentang pelaksanaan otonomi daerah, dengan alasannya sbb :
- Fragmentasi dan Perpecahan, Smith (1985 : 5) sebagaimana yang dikutip oleh Mas’ud Said mengatakan bahwa otonomi daerah tidak dengan sendirinya memposisikan diri lebih baik dalam rangka negara kesatuan nasional, justru bisa memperkuat “ parokialisme “ bagi separatisme, diabaikanya kepentingan – kepentingan nasional yang lebih luas dan terciptanya kepentingan – kepentingan daerah yang dangkal. Keruntuhan Uni Soviet, Pemberontakan Moro di Fhilipina dan Desintegrasi Timor – Timur di Indonesia adalah Contohnya.
- Merosotnya Kualitas Pemerintahan, Turner dan Hulme, 1999 menyebutkan berdasarkan hasil penelitian di 166 Negara menunjukan bahwa keterbatasan kapasitas dan kapabilitas pemerintah di daerah akan berpengaruh kepada kualitas pelayanan publik, Tiesman (2003) menambahkan bahwa semakin banyak level hirarkhi pemerintahan ke yang lebih rendah akan menyuburkan korupsi sehingga efektifitas pelayanan publik menjadi rendah.
- Kesenjangan Antar daerah, Smith (1985) menyebutkan akan terjadi disparitas di antara provinsi dan antar individu, hal ini disebabkan karena sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tidak merata di masing – masing daerah. Kesenjangan antar daerah ini telah dirasakan Indonesia dimasa orde baru, tetapi di masa otonomi daerah dengan UU No. 22 Tahun 1999 kesenjangan tersebut justru semakin bertambah, yang seharusnya dengan adanya otonomi daerah – daerah dapat berkompetisi dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan publik.
Disparitas itu terjadi karena salah dalam memahami makna UU No. 22 Tahun 1999, sehingga munculah daerah kaya dan daerah miskin, yang disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alamnya.
Pada waktu itu Riau, Kalimantan Timur, Sidoarjo dan Aceh menjadi daerah yang makmur, sementara NTT dan Bengkulu menjadi daerah yang kurang maju, bahkan di Aceh sendiri tercipta disparitas antara Kabupaten penghasil Migas dengan Kabupaten yang tidak memiliki Migas, bahkan tunjangan jabatan eselon untuk pejabat struktural di daerah juga mengalami perbedaan karena perbedaan kemampuan keuangan daerah sehingga timbulah gap.
Disparitas antar wilayah sangat berbahaya bagi kesatuan nasional, maka untuk mengatasi disparitas tersebut harus diciptakan sistem pembagian kekuasaan dan pengelolaan keuangan yang berkeadilan antara pusat dan daerah. Salah satu bentuk yang dilakukan oleh Indonesia adalah memberlakukan Undang – undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Daftar Pustaka
DINAMIKA OTONOMI DAERAH DI INDONESIA, Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Malikussaleh., oleh; FERIZALDI, SE, M.Si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar