Jumat, 08 Mei 2020

Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Investasi


Untuk mempercepat perbaikan iklim bisnis dan kinerja sektor riil di daerah, harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya persaingan antardaerah dalam menarik investasi sebanyak-­banyaknya ke daerah tersebut.  Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu giat dalam menarik investasi sekaligus mempertahankan dan meningkatkan investasi yang sudah ada di daerah masing-­masing. Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk Perda­perda diharapkan mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan memberikan berbagai insentif serta kemudahan bagi investor dalam melakukan usaha. Dengan otonomi yang dimiliki, peran pemerintah daerah kini menjadi sama pentingnya dengan pemerintah pusat dalam peningkatan investasi. 

Pemerintah Daerah dituntut dapat berkreasi dalam menangani permasalahan iklim investasi di daerah masing­-masing melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi daerah.  Hal ini disebabkan oleh motivasi pelaku usaha atau investor untuk berpindah atau melakukan investasi di daerah lain yang memiliki
daya tarik lebih tinggi.  Investor akan memilih lokasi yang menawarkan peluang keuntungan lebih besar dengan risiko lebih kecil. Efektivitas kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi dipengaruhi oleh instrumen kebijakan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. 

Instrumen kebijakan untuk meningkatkan investasi berupa: 
  1. peraturan perundangan dalam kerangka regulasi, 
  2. pengelolaan belanja daerah dalam kerangka investasi dan layanan publik, antara lain untuk penyediaan layanan terpadu. 
Mengingat jumlahnya yang mayoritas dan kontribusinya yang besar terhadap perekonomian nasional dan daerah selama ini, maka sangatlah wajar jika fokus perhatian diberikan kepada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, yang dilakukan antara lain dengan pendekatan pengembagan sektor unggulan melalui klaster industri.


A. Kerangka Regulasi

Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat.  Indonesia sekarang tidak hanya bersaing dengan Malaysia,
Thailand, dan Filipina, tetapi juga China, Vietnam, dan mungkin akan menyusul Kamboja.  Dengan melihat kondisi tersebut, Indonesia harus lebih aktif dalam menarik investasi. Untuk itu, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan paket kebijakan investasi berupa deregulasi dalam lima bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat), menengah, dan koperasi. 

Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006 yang berlaku sejak akhir tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.  Dalam setiap bidang paket kebijakan investasi tersebut terdapat kebijakan, program, tindakan, keluaran, tenggat waktu, dan penanggung jawab.  Paket kebijakan tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian atas kondisi iklim investasi di tanah air. Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006.

Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai pembenahan dan pengembangan insentif investasi di daerah masing­masing untuk mendukung pelaksanaan paket kebijakan tersebut. Sehubungan dengan itu, Undang­undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah khususnya dalam pasal 176, telah memberikan payung hukum bagi diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi. Ketentuan dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah, dalam rangka meningkatkan perekonomian daerahnya, dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang­ undangan. 
Selanjutnya dijelaskan bahwa insentif dan/atau kemudahan investasi tersebut mencakup antara lain penyediaan sarana, prasarana, dan stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin. Pemerintah daerah juga perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga untuk memadukan tugas dan fungsi serta kebijakan yang bersifat lintas sektor. Bagi Pemerintah Daerah, persaingan yang makin tajam membuat tugas ke depan semakin berat.  Dalam hal ini, daerah harus menyiapkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menjadi daerah tujuan ivestasi dan pusat pengembangan industri yang tidak dihalangi oleh batas wilayah (daerah dan negara).

Komunikasi, koordinasi dan konsultasi perlu pula dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan para pengusaha (investor). Pemerintah Daerah harus menyadari bahwa pengusaha adalah pelaku utama perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan daerah hanya dapat dilakukan dengan dukungan dunia usaha. Para pengusaha akan memandang kebijakan otonomi daerah dan paket kebijakan investasi yang dikeluarkan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan.  
Kebijakan tersebut menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah Daerah memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi dan kegiatan usaha secara sungguh­sungguh.  Sebaliknya, kebijakan tesebut akan menjadi sebuah tantangan apabila pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan munculnya ketidaksesuaian antara kebijakan  yang dikeluarkan dengan kebutuhan pelaku usaha.  Hal ini terjadi apabila Pemerintah Daerah mengabaikan suara dunia usaha dalam merencanakan dan menerapkan kebijakan. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hubungan ini tumbuhnya berbagai forum kemitraan lintas pemangku kepentingan (multi stakeholders) di daerah patut dihargai dan didukung.


B. Kerangka Anggaran

Bagi masyarakat, Pemerintah Daerah dianggap berhasil apabila dapat memberikan layanan publik yang memadai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Daerah harus bekerja keras untuk menumbuhkan investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Investor potensial dapat berasal dari pengusaha daerah itu sendiri maupun pengusaha luar daerah, bahkan pengusaha luar negeri. Siapapun calon investornya, syarat utama berkembangnya investasi di suatu daerah adalah adanya iklim investasi yang sehat dan kondusif, sehingga tidak terjadi ekonomi biaya tinggi. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efisien, efektif, relevan, ekonomis dan tanpa kebocoran sebagai instrumen untuk menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan mening­katkan pendapatan masyarakat setempat.

Beberapa daerah telah berhasil melakukan efisiensi dan efektivitas pengeluaran/belanja, dan bahkan akhirnya dapat memberikan beberapa pelayanan publik yang lebih baik terhadap masyarakat, walaupun pada awalnya sulit untuk dilakukan.

Pengelolaan APBD perlu mempertimbangkan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi secara efisien dan efektif dalam membiayai pem­bangunan daerah. Dari fungsi alokasi, belanja daerah dilakukan untuk menyediakan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak di daerah dan tidak dapat disediakan sendiri oleh masyarakat daerah.  Selain itu, belanja daerah juga dapat dialokasikan dalam kerangka investasi.  Investasi yang dilakukan harus pada sektor­ sektor prioritas yang dimiliki daerah sehingga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan akhirnya memperbaiki pendapatan masyarakat setempat. 
Sektor prioritas yang dimaksud adalah sektor infrastruktur dan sektor­ sektor yang mampu memberikan nilai tambah dan output yang cukup tinggi bagi perekonomian serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Selain untuk investasi, belanja daerah juga diharapkan dapat dialokasikan kepada hal­hal yang dapat mendorong kinerja sektor riil, seperti misalnya perbaikan sistem pelayanan, infrastruktur, pelatihan keterampilan tenaga kerja, penyediaan dana stimulan, pemberian modal usaha dan bantuan teknis, dan lain­lain.

Dari fungsi distribusi, belanja daerah juga harus berpihak terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah dan wilayah yang perlu penanganan khusus melalui berbagai program pembangunan
daerah yang lintas sektor.  Fungsi yang dijalankan Pemerintah Daerah mampu menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang merata, baik antar individu masyarakat maupun antar bagian wilayah di daerahnya.
Fungsi stabilisasi dari belanja daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah.  Pada saat perekonomian daerah sedang lesu, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja daerah yang bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian daerah sehingga hasilnya akan dapat meningkatkan peranan masyarakat dan swasta dalam perekonomian daerah.  Kemudian pada saat perekonomian daerah bergerak cepat didukung oleh swasta, belanja Pemerintah Daerah perlu diarahkan untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dengan mengutamakan pada penguatan jaringan pemasaran, pengembangan teknologi informasi dan pemeliharaan lingkungan.    


C. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Dalam era persaingan global yang menuntut efisiensi dan akurasi, pelayanan birokrasi yang cepat, murah, dan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien sudah menjadi kebutuhan umum. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, khususnya percepatan dan simplifikasi perijinan di daerah, pemerintah berusaha melakukan terobosan reformasi birokrasi dengan diberlakukannya Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 

Beberapa kabupaten/kota telah menerapkan inovasi pelayanan prima sejak beberapa tahun sebelum peraturan tersebut disusun.  Saat ini, sekitar 80 kabupaten/kota telah melakukan berbagai upaya inovatif dalam membenahi kualitas pelayanan bagi investor dan masyarakatnya dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pemerintah Daerah Sragen, Parepare, dan Sidoarjo telah memperoleh
sertifikasi standar mutu menejemen ISO 9001:2000.  
Langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut adalah mempercepat proses perijinan tidak lebih dari tujuh (7) hari. Hal ini lebih cepat dari ketentuan yang diatur dalam Kepmendagri selama 15 hari. Kecepatan, transparansi, dan keramahan petugas palayanan perijinan telah memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan. Kabupaten Sragen, Jawa Tengah misalnya telah mengembangkan kebijakan ramah investasi dengan mengembangkan kantor pelayanan  terpadu (KPT) yang dapat memberikan layanan one stop service atas 52 perizinan dan 10 jenis pelayanan administrasi kependudukan yang masuk dalam kategori non perizinan sejak akhir tahun 2002.  Dampak dari kemudahan yang diberikan lewat KPT terlihat dari perbandingan kondisi ekonomi sebelum dan sesudah ada KPT (tahun 2002 dan 2003). Investasi industri mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten Sragen meningkat dari Rp 30,7 miliar menjadi Rp 35,2 miliar (naik 16,6
persen). Investasi industri besar meningkat dari Rp 110 miliar menjadi Rp 394,8 miliar (naik 213 persen). Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor industri juga meningkat dari 28.976 orang menjadi 41.800 orang (naik 44,29 persen) (Kompas, 22 September 2006). 


D. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi

Berbeda dengan usaha skala menengah dan besar yang terkonsentrasi di kota­kota besar saja, UMKM tersebar luas di seluruh daerah.  Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan barang dan jasa dalam negeri.  Keberadaan tersebut memberi petunjuk bahwa kebijakan pemberdayaan UMKM dan koperasi sangat strategis untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar rakyat sekaligus meningkatkan pemerataan  pembangunan.

Orientasi pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup dua fokus, yaitu pemberdayaan usaha mikro, dan pemberdayaan UKM dan koperasi. Pemberdayaan usaha mikro pada dasarnya diarahkan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan pemberdayaan UKM dan koperasi diarahkan untuk menurunkan angka pengangguran dan mendorong ekspor bersamaan dengan upaya mendorong perekonomian daerah. Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM perlu dilaksanakan melalui langkah­langkah yang terencana, sistematis, institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat yang luas. Langkah pemberdayaan yang penting adalah membuka  kesempatan berusaha, meningkatkan akses kepada sumberdaya  produktif, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi, terutama jiwa kewirausahaannya.

Perluasan kesempatan berusaha bagi UMKM dan koperasi diwujudkan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui upaya bersama pemerintah pusat dan daerah untuk :
  1. menyederhanakan proses perizinan usaha serta menyediakan adanya kepastian lokasi usaha;
  2. mengurangi biaya transaksi, terutama menghapus biaya­biaya pungutan yang tidak wajar; 
  3. memberikan perlindungan terhadap praktik­ praktik usaha yang curang; serta 
  4. memantau dan memperbaiki regulasi dan kebijakan baik sektoral maupun daerah yang menghambat perkembangan UMKM dan koperasi.

Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif meliputi akses kepada sumber­sumber permodalan/pembiayaan, teknologi, pasar dan informasi. Pengembangan institusi/lembaga yang dapat menjalankan fungsi intermediasi berbagai sumberdaya produktif tersebut di seluruh daerah menjadi program penting agar UMKM dan koperasi dapat memanfaatkan peluang yang tersedia.  Di samping itu, pelatihan dan pendampingan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi juga menjadi satu kesatuan  dari upaya pemberdayaan tersebut.


E. Pengembangan Klaster

Peningkatan daya saing suatu daerah dapat ditempuh dengan mengembangkan sektor unggulan berbasis pada sumberdaya lokal dengan didukung pengetahuan, teknologi dan informasi. Pengembangan sektor unggulan tersebut dilakukan melalui suatu perencanaan yang terfokus dan strategis pada suatu wilayah khusus yang dikenal sebagai klaster bisnis. Pengembangan suatu klaster ditujukan untuk memusatkan berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bersaing dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan atau industri yang dikembangkan dalam suatu klaster bisnis umumnya berskala kecil dan menengah meliputi : 
  • industri berbasis pertanian (agroindustri);
  • industri kerajinan; 
  • industri pengolahan; 
  • industri teknologi; dan 
  • informasi,dan lain­lain. 
Perusahaan atau industri yang berusaha dalam wilayah khusus tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi, dan infrastruktur. Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Klaster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terlibat di dalam klaster tersebut. Dalam konteks peningkatan daya saing, pengembangan klaster memberikan beberapa keuntungan.  Pertama, klaster akan meningkatkan produktivitas melalui efisiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi  teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal.  Kedua, klaster akan  mendorong lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antarperusahaan dalam suatu klaster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual. Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah.  Ketiga, klaster akan mendorong tumbuhnya usaha­usaha baru dalam rumpun industri terkait.  Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam klaster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha. Keberhasilan suatu klaster dapat oleh faktor penentu kekuatan klaster, yaitu:
  • spesialisasi; 
  • kapasitas penelitian dan pengembangan;
  • pengetahuan dan keterampilan;
  • pengembangan sumber daya manusia;
  • jaringan kerjasama dan modal sosial; 
  • kedekatan dengan pemasok; 
  • ketersediaan modal; 
  • jiwa kewirausahaan; dan
  • kepemimpinan dan visi bersama. 

Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai fasilitator, koordinator, dan supervisor dalam pengembangan klaster. Pemerintah Daerah dapat menjadi fasilitator untuk pengembangan kerjasama/kemitraan dan jaringan usaha (networking) diantara pelaku bisnis dalam klaster.  Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mengkoordinasikan  dukungan teknis dan permodalan usaha bagi pengembangan klaster bisnis. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan penting dalam menumbuhkan permintaan terhadap produk­produk klaster (melalui belanja pemerintah), terutama di daerah­daerah dimana usaha kecil dan menengah banyak mengalami kesulitas dalam mengakses pasar dan sumber pembiayaan usaha.  



Daftar Pustaka 

Buku Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah 2017 (Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat - Daerah) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOWNLOAD Form MODEL BB.RIWAYAT.HIDUP.CALON.KWK DOC.Word PKPU 08 tahun 2024

Pada artikel ini kami akan membahas dan menyiapkan file download dalam bentuk MS. Word, tentu dalam file ini yang akan di download ini, kawa...