Rabu, 13 Mei 2020

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibawah UU No. 23 Tahun 2014



Selain melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud diatas gubernur juga mempunyai tugas dan wewenang:
  • Menyelaraskan perencanaan pembangunan antar-Daerah kabupaten/kota dan antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota di wilayahnya.
  • Mengoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dan antar-Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.
  • Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Pusat atas usulan DAK pada Daerah kabupaten/kota di wilayahnya 
  • Melantik bupati/wali kota 
  • Memberikan persetujuan pembentukan Instansi Vertikal diwilayah provinsi kecuali pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Melantik kepala Instansi Vertikal dari kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan di wilayah Daerah provinsi yang bersangkutan kecuali untuk kepala Instansi Vertikal yang melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan kepala Instansi Vertikal yang dibentuk oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 
  • Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Dengan demikian maka kedudukan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah menjadi lebih kuat dan legitimed. Maka selayaknya seorang gubernur harus memiiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, jika dikaji lebih konfrehensif bentuk tugas dan wewenang tersebut merupakan desentralisasi administrative yang diberikan mendagri kepada gubernur, yang mana selama ini sebahagian besar tugas dan wewenang yang didelegasikan tersebut dilaksanakan oleh mendagri..huonli.com

Mengenai kedudukan kecamatan diatur lebih spesifik, dimana Kecamatan dibentuk dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan. Kecamatan diklasifikasikan atas jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah Desa/kelurahan dengan Tipe A yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang besar dan Kecamatan tipe B yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang kecil. 
Kecamatan dipinpin oleh seorang Camat yang diangkat dan bertangunggjawab kepada Bupati/Walikota, Camat mempunyai  tugas: 
  • Menyelenggarakan urusan pemerintahan umum;
  • Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
  • Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
  • Mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada;
  • Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;
  • Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah di Kecamatan;
  • Membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan Desa dan/atau kelurahan; 
  • Melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota yang  tidak  dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan; dan
  • Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Disamping itu camat juga mendapatkan pelimpahan  sebagian kewenangan bupati/wali kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. yang dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan publik yang sesuai dengan karakteristik Kecamatan dan/atau kebutuhan masyarakat pada Kecamatan yang bersangkutan.
Pelimpahan wewenang tersebut juga disertai dengan alokasi anggaran (dekosentrasi). Dalam Pasal 344 dan 345 UU No. 23 Tahun 2014 diatur juga mengenai pelayanan publik yang harus diselenggarakan oleh pemerintahan daerah. Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Pelayanan publi diselenggarakan berdasarkan pada asas : kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak,keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan  khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan,  kemudahan, dan keterjangkauan.
Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik meliputi:
  • Pelaksanaan pelayanan;
  • Pengelolaan pengaduan masyarakat;
  • Pengelolaan informasi;
  • Pengawasan internal;
  • Penyuluhan kepada masyarakat;
  • Pelayanan konsultasi; dan 
  • Pelayanan publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Selanjutnya diatur juga mengenai Kawasan Perkotaan, kawasan khusus dan kawasan perbatasan Negara. Kawasa perkotaan yang dimaksud adalah wilayah dengan batas-batas tertentu yang masyarakatnya mempunyai kegiatan utama di bidang industri dan jasa.Perkotaan dapat berbentuk kota sebagai Daerah dan kawasan perkotaan. Kawasan Perkotaan berupa bagian Daerah kabupaten dan bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan langsung. Penyelenggaraan pemerintahan pada kawasan perkotaan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya. Kawasan Khusus dibentuk Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat strategis bagi kepentingan nasional, Pemerintah Pusat dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Kawasan khusus meliputi:
  • Kawasan perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas;
  •  Kawasan hutan lindung;
  • Kawasan hutan konservasi;
  • Kawasan taman laut;
  • Kawasan buru; 
  • Kawasan ekonomi khusus; 
  • Kawasan berikat;
  • Kawasan angkatan perang;
  • Kawasan industri;
  • Kawasan purbakala;
  • Kawasan cagar alam;
  • Kawasan cagar budaya; 
  • Kawasan otorita; dan 
  • Kawasan untuk kepentingan nasional lainnya yang diatur dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 
Kawasan perbatasan negara adalah Kecamatan-Kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain. Kewenangan Pemerintah Pusat di kawasan perbatasan meliputi seluruh kewenangan tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundangundangan mengenai wilayah negara. Selain kewenangan tersebut, Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk:
  • Penetapan rencana detail tata ruang;
  • Pengendalian dan izin pemanfaatan ruang; dan
  • Pembangunan sarana dan prasarana kawasan. 
Sedangkan peran Gubernur pada kawasan perbatasan  adalah Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan dapat dibantu oleh Bupati/Walikota dan dapat juga didelegasikan kepada Camat. Pemerintah Pusat wajib membangun kawasan perbatasan agar tidak tertinggal dengan kemajuan kawasan perbatasan di negara tetangga. Pengaturan kawasan perbatasan ini sangat penting karena menyangkut kedaulatan Negara di daerah terluar. Dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan  inovasi. Inovasi adalah semua bentuk pembaharuan dalam  penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam merumuskan kebijakan inovasi, Pemerintahan Daerah mengacu pada prinsip:

  • Peningkatan efisiensi;
  • Perbaikan efektivitas;
  • Perbaikan kualitas pelayanan;
  • Tidak ada konflik kepentingan; 
  • Berorientasi kepada kepentingan umum; 
  • Dilakukan secara terbuka;
  • Memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan
  • Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk
  • kepentingan diri sendiri. 
Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD, aparatur sipil negara, Perangkat Daerah, dan anggota masyarakat. Usulan inovasi yang berasal dari anggota DPRD ditetapkan dalam rapat paripurna disampaikan kepada kepala daerah untuk ditetapkan dalam Perkada sebagai inovasi Daerah. Usulan inovasi yang berasal dari aparatur sipil negara harus memperoleh izin tertulis dari pimpinan Perangkat Daerah dan menjadi inovasi Perangkat Daerah. Sedangkan Usulan inovasi yang
berasal dari anggota masyarakat disampaikan kepada DPRD dan/atau kepada Pemerintah Daerah. Pengaturan mengenai inovasi ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari tindakan kriminalisasi inovasi sebagaimana yang pernah terjadi dimasa UU No. 22 Tahun 1999 yang pada saat itu banyak kepala daerah dijerat lantaran berinovasi yang dinilai merugikan satu dan lain pihak, padahal inovasi dimaksud justru untuk memajukan daerahnya. 
Selanjutnya hal lain yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 adalah Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dibentuk Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai rancangan kebijakan yang meliputi:
  • Penataan Daerah;
  • Dana dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus;
  • Dana perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Daerah; dan 
  • Penyelesaian permasalahan dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dan/atau perselisihan antara Daerah dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.  Susunan keanggotaan dewan pertimbangan otonomi daerah terdiri atas Wakil Presiden selaku ketua Menteri selaku sekretaris dan para menteri terkait sebagai anggota serta perwakilan kepala daerah sebagai anggota. Untuk mendukung kelancaran tugas dewan pertimbangan otonomi daerah dibentuk sekretariat. Menteri selaku sekretaris memimpin sekretariat dewan pertimbangan otonomi daerah. Sekretariat dewan pertimbangan otonomi daerah dibantu oleh tenaga ahli. 
Pembentukan DPOD diharapkan akan memberikan warna positif pada pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang dalam pelaksanaanya sangat kompleks dan dilaksanakan dengan berbagai aturan yang sering berubah – ubah, ditambahlagi dengan kapasitas pelaksana otonomi daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang sangat beragam latar dan kompetensinya, sehingga menghasilkan kinerja yang berbeda – beda, untuk itu perlu badan seperti DPOD tersebut.
UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengantian yang ke 3 atau pengaturan Penyelenggaraan Pemerintahan yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan sistem penyelenggaraan pemerintahan saat ini dan juga sesuai dengan konsep Negara kesatuan, namun itu semua merupaka sebuah dinamika dalam bernegara yang selalu mengalami penyesuaian – penyesuaian sesuai dengan perkembangan global dan tuntutan masyarakat, artinya untuk saat ini UU tersebutlah yang terbaik, tetapi untuk 5 atau 10 tahun yang akan datang tentu disesuaikan juga dengan keadaan masa yang akan datang, tetapi paling tidak sudah mewarnai dinamika ketatanegaraan Indonesia dalam menjawab permasalahan otonomi daerah saat ini. Prof. Joehermansyah Djohan (dirjen Otoda Kemendagri, 26 April 2014 dalam Dialog pagi RRI Pro.3) menyatakan terdapat 3 masalah pokok otoda saat ini : 
  • Demokrasi Lokal yang sangat buruk 
  • Korupsi kepala daerah, lebih dari 2/3 terlibat korupsi (232 dari 254) 
  • Pemekaran daerah, lajunya mencapai 60% pertahun,
  • menjadi 539 daerah otonom hingga april 2014 

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibawah UU No. 23 Tahun 2014


Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat dapat melaksanakannya sendiri atau melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. 

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan  Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar, yaitu :


  • Pendidikan;
  • Kesehatan;
  • Pekerjaan umum dan penataan ruang;
  • Perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
  • Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat ; dan
  • Sosial.
Sedangkan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
  • Tenaga kerja;
  • Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; 
  • Pangan;
  • Pertanahan;
  • Lingkungan hidup;
  • Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
  • Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
  • Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
  • Perhubungan;
  • Komunikasi dan informatika;
  • Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
  • Penanaman modal;
  • Kepemudaan dan olah raga;
  • Statistik;
  • Persandian;
  • Kebudayaan;
  • Perpustakaan; dan
  • Kearsipan. 
Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi:
  • Kelautan dan perikanan;
  • Pariwisata; 
  • Pertanian; 
  • Kehutanan;
  • Energi dan sumber daya mineral;
  • Perdagangan;
  • Perindustrian; dan
  • Transmigrasi.
Dalam UU 23 Tahun 2014 pembagian kewenangan yang  bersifat konkuren dilakasanakan dengan memperhatikan kriteria – kriteria tertentu yang diatur dalam UU.Dengan adanya pengaturan  pembagian kewenangan tersebut, maka akan memperjelas kedudukan masing – masing tingkatan pemerintahan dan menghindari munculnya berbagai konflik karena didasari kepada prinsip keadilan dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia :
  • Pangan;
  • Pertanahan;
  • Lingkungan hidup;
  • Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
  • Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
  • Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
  • Perhubungan;
  • Komunikasi dan informatika;
  • Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
  • Penanaman modal;
  • Kepemudaan dan olah raga;
  • Statistik;
  • Persandian;
  • Kebudayaan;
  • Perpustakaan; dan
  • Kearsipan. 
Urusan Pemerintahan Pilihan meliputi:
  • Kelautan dan perikanan;
  • Pariwisata; 
  • Pertanian; 
  • Kehutanan;
  • Energi dan sumber daya mineral;
  • Perdagangan;
  • Perindustrian; dan
  • Transmigrasi.
Dalam UU 23 Tahun 2014 pembagian kewenangan yang bersifat konkuren dilakasanakan dengan memperhatikan kriteria – kriteria tertentu yang diatur dalam UU. Dengan adanya pengaturan pembagian kewenangan tersebut, maka akan memperjelas kedudukan masing – masing tingkatan pemerintahan dan menghindari munculnya berbagai konflik karena didasari kepada prinsip keadilan dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Pusat adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Umum oleh Gubernur dan bupati/wali kota dibiayai dari APBN. Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum pada tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat.
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk Forkopimda Provinsi, Forkopimda kabupaten/kota, dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan. Forkopimda provinsi, Forkopimda kabupaten/kota, dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan masing - masing diketuai oleh gubernur untuk Daerah provinsi, bupati/wali kota untuk Daerah kabupaten/kota, dan oleh camat untuk Kecamatan. 

Anggota Forkopimda provinsi dan Forkopimda kabupaten/kota terdiri atas pimpinan DPRD, pimpinan kepolisian, pimpinan kejaksaan, dan pimpinan satuan teritorial Tentara Nasional Indonesia di Daerah. Anggota forum koordinasi pimpinan di Kecamatan terdiri atas pimpinan kepolisian dan pimpinan kewilayahan Tentara Nasional Indonesia di Kecamatan. Forkopimda provinsi, Forkopimda kabupaten/kota dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan dapat mengundang pimpinan Instansi Vertikal sesuai dengan masalah yang dibahas.

Dalam UU 23 tahun 2014 juga diatur kembali pembagian wilayah teroterial laut dan penataan daerah, penataan daerah  sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah guna menciptakan tatakelola pemerintahan yang baik dalam memberikan pelayanan dan peningkatan kesejahterahan masyarakatnya, penataan daerah terdiri atas Pembentukan Daerah dan penyesuaian daerah yang dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional.

Pembentukan Daerah berupa pemekaran Daerah dan penggabungan Daerah. Pemekaran Daerah dilakukan dengan pemecahan Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota untuk  menjadi dua atau lebih Daerah penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu) Daerah provinsi menjadi satu Daerah baru. Untuk Kepentingan Strategis Nasional, pemerintah dapat membentuk suatu daerah, dengan tahapan persiapan pembentukan daerah baru. 

Yang membedakan dengan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemekaran daerah adalah bahwa Pemekaran Daerah dilakukan melalui tahapan Daerah Persiapan provinsi atau Daerah Persiapan kabupaten/kota. Pembentukan Daerah Persiapan sebagaimana harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.

Persyaratan dasar meliputi:
  • Persyaratan dasar kewilayahan (luas wilayah, jumlah penduduk, batas dan cakupan wilayah, batas usia minimal daerah)
  • Persyaratan dasar kapasitas Daerah, adalah kemampuan Daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya adalah parameter potensi ekonomi dan keuangan daerah, demografi, geografi, social politik dll) 
Cakupan Wilayah sebagaimana dimaksud meliputi:
  • Paling sedikit 5 (lima) Daerah kabupaten/kota untuk pembentukan Daerah provinsi;
  • Paling sedikit 5 (lima) Kecamatan untuk pembentukan Daerah kabupaten; dan
  • Paling sedikit 4 (empat) Kecamatan untuk pembentukan Daerah kota.
Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan pada Daerah Persiapan ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja Daerah induk. Daerah induk memiliki kewajiban untuk membantu terwujudnya daerah pemekaran baik dari aspek administratif maupun teknisnya. Disamping itu dalam UU ini juga diatur mengenai pengabungan Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan atau hasil evaluasi Pemerintah Pusat. Pengabungan Daerah dapat berupa:
  • Penggabungan dua Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru.
  • Penggabungan dua Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru. 
Disamping itu juga diatur mengenai Penyesuaian Daerah dalam Pasal 48, Penyesuaian Daerah berupa:
  • Perubahan batas wilayah Daerah;
  • Perubahan nama Daerah;
  • Pemberian nama dan perubahan nama bagian rupa bumi;
  • Pemindahan ibu kota; dan/atau
  • Perubahan nama ibu kota. 
Selanjutnya dalam UU No. 23 Tahun 2014 juga dipertegas kembali Posisi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat yang diatur dalam Pasal 91 s/d 93. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota dan Tugas Pembantuan oleh Daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan tersebut gubernur mempunyai tugas sbb:
  • Mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di Daerah kabupaten/kota.
  • Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.
  • Memberdayakan dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota di wilayahnya.
  • Melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah.
  • Melakukan pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota; dan 
  • Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu Gubernur juga mempunyai wewenang untuk : 
  • Membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota. 
  • Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 
  • Menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi; 
  • Memberikan persetujuan terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pembentukan dan susunan Perangkat Daerah kabupaten/kota; dan 
  • Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 





Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dibawah UU No. 23 Tahun 2014


Seiring dengan perkembangan pemerintahan di indonesia yang terus mengalami perubahan yang secara terus menerus berubah, dalam penyelenggaraan perintahan daerah juga mengalami  perubahan yang dinamika yang cukup signifikan dengan penyesuaian tatanan dalam konteks kenegaraan yang semakin kompleks, maka untuk menjawab pemasalahan di  yang terus mengalami perkmbangan maka UU 23 tahun 2014 yang merupakan pengganti dari UU nomor 23 tahun 2004 tetang pemerintah daerah yang dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan untuk daerah otonom.



Dalam Undang-Undang 23 tahun 2014 pengaturan mengenai  pemerintah dan pemerintah daerah serta otonomi adalah sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1, yaitu Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri. 
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban  daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan  Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah. (Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas Perbantuan) adapun subtansi dari prinsip itu adalah :
  1. Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
  2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. 
  3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian 
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

Kekuasaan dan Pembagian kewenangan dalam UU ini diatur lebih jelas dalam pasal 5 yaitu Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kemudian dalam pasal 7, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah, untuk pemerintah provinsi pengawasan dilakukan oleh menteri/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian sedangkan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, pelaksanaan pengawasan seluruhnya dikoordinasikan oleh kementrian Negara, Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. 
Sedangkan Pengaturan  tentang  Urusan  Pemerintahan, Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. 
Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. 
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan Pemerintahan Absolut meliputi :
  1. Politik luar negerihukumonlinem
  2. Pertahanan;
  3. Keamanan;
  4. Yustisi;
  5. Moneter dan fiskal nasional; dan
  6. Agama.

lanjut Baca.....!!Disini




Minggu, 10 Mei 2020

Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik


Pendekatan atau cara setiap daerah dalam mengelolah setiap pemerintahan yang baik (Good Govermnce) selalu berbeda-beda tetapi kesemunya itu tentu memiliki orientasi yang sama yaitu untuk masyarakat dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dalam segi kualitas pelayanan dan perbaikan sistem manajemen  pemerintahan. Dalam Layanan yang diunggulkan oleh setiap daerah yang memiliki berbeda antar daerah yang satu  dengan daerah yang lain. Adapun jenis-jenis pelayanan yang baik yang dilaksanakan oleh suatu daerah misalnya seperti : 
  1. Perbaikan Layanan Masyarakat : (perizinan Dan Non perizinan, layanan Publik dibidang kesehatan dan layanan publik dibidang Pendidikan, dan lain-lain.)
  2. Pemberdayaan Masyarakat : Terdapat berbagai praktek tata kelola pemerintahan yang baik terkait dengan pemberdayaan masyarakat di yang dilakukan di daerah studi yaitu Partisipasi Masyarakat, Revolving Fund, Pola Partisipatif, dan Pengaduan Masyarakat dalam bentuk SMS, telp, Program UPIK dan Dialog Interaktif.

Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan suatu bentuk tanggungjawab pemerintah yang meliputi wewang dari pemerintah yang meliputi Administrasi, ekonomi dan wewenagn politik untuk mengatur setiap permasalahan sosial  yang terjadi. Dalam pemerintah dengan tata kelola yang baik dengan berdasarkan pada UNDP (1997) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi : 





a. Partipasi (participation)
Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. 

b. Aturan Hukum (rule of law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia. 

c. Transparansi (transparency). 
Ransparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi 

d. Daya Tanggap (responsiveness). 
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) 

e. Berorientasi Konsensus (consensus orientation). 
Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsesus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. 

f. Berkeadilan (equity). 
Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. 

g. Efektif dan efisien (effectivieness and efficiency). 
Setiap proses keiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber yang tersedia
dengan sebaik-baiknya. 

h. Akuntabilitas (accountability). 
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada 
para pemilik kepentingan (stakeholders). 

i. Visi Strategis (strategic holders).
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. 


Dalam perkembangan selanjutnya, tata pemerintahan yang baik berkaitan dengan struktur pemerintahan yang mencakup antara lain : 
  1. Hubungan antara pemerintah dengan pasar
  2. Hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya
  3. Hubungan antara pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan
  4. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat yang diangkat (pejabat birokrat)
  5. Hubungan antara lembaga pemerintahan daerah dengan penduduk perkotaan dan pedesaan
  6. Hubungan antara legislative dan eksekutif
  7. Hubungan pemerintah nasional dengan lembaga-lembaga internasional.


DI dalam berbagai dokumen dan tulisan yang berkaitan dengan tata pemerintahan disebutkan bahwa ciri penting tata pemerintahan meliputi hal-hal sebagai berikut : 
  • Memperhatikan kepentingan kaum paling miskin dan lemah [khususnya, berkaitan dengan keputusan untuk mengalokasikan sumber daya pembangunan].
  • Prioritas politik, sosial dan ekonomi dibangun diatas dasar consensus.
  • Mengikutsertakan semua kepentingan di dalam merencanakan dan merumuskan suatu kebijakan.
  • Transparansi dan pertanggungan jawab menjadi bagian inheren di dalam seluruh sikap dan prilaku kekuasaannya;
  • Birokrasi pemerintahan dilakukan dengan efektif, efisien dan adil;
  • Supremasi hukum diletakan dan dilakukan secara konsisten. 
Berdasarkan ciri-ciri penting tata pemerintahan seperti diatas ada beberapa unsur atau prinsip utama di dalam suatu tata pemerintahan, yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut : 
  • Partisipatif; membangun consensus;
  • Responsive;
  • transparan; efektif dan efisien;
  • membangun kesetaraan;
  • bertanggungjawab;
  • mempunyai visi strategis 
Secara umum, actor-aktor yang diatur di dalam suatu tata pemerintahan meliputi tiga pihak, yaitu: negara-pemerintahan, masyarakat dan sektor swasta atau biasa juga disebut sebagai statecivil society-market. 
Sementara sektor yang menjadi subyek untuk diatur meliputi aspek yang cukup luas seperti : penggunaan kewenangan ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan negara.
Dokumen kebijakan UNDP menyebutkan, subyek yang diatur di dalam tata pemerintahan juga meliputi: proses, mekanisme dan kelembagaan, dimana warga dan kelompok masyarakat mengatur kepentingan mereka dan mengatasi perbedaan diantara mereka. 
Salah satu aspek penting dari tata pemerintahan, pengaturan mengenai kekuasaan dan penggunaan kewenangan dari pejabat kekuasaan itu harus didasarkan atas konstitusi atau perundangan; dan salah satu prinsip penting dari pengaturan kekuasaan adalah mempromosikan kekuasaan negara yang terbatas, jelas dan limitative. Di dalam mengatur kewenangan dari kekuasaan, disertai juga dengan pengembangan prinsip partisipasi publik dan akuntabilitas publik.

Sabtu, 09 Mei 2020

Urgensi Otonomi Daerah di Indonesia



"Apa perkembangan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau di berbagai Negara lain menarik untuk dipelajari"... ?

Terkhusus untuk pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang mulai dilaksanakan pada tahun 1999 dinilai oleh para akademisi sebagai sebuah fenomena sosial yang menarik, mengapa tidak karena setelah lebih dari 32 tahun Indonesia menjalankan sistem sentralisasi pemerintahan, maka pelaksanaan otonomi dengan menganti sistem sentralisasi ke desentralisasi dipastikan menimbulkan berbagai permasalahan yang menarik untuk diteliti dan dipelajari. Berdasarkan pemahaman tersebut setidaknya ada berbagai alasan untuk mempelajari otonomi daerah di Indonesia, yaitu :
  1. Indonesia punya nilai signifikan dalam perkembangan ilmu politik, dengan jumlah penduduk yang besar dan heterogen, sehingga patut untuk dijadikan objek kajian. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai angka hampir 300 juta jiwa dengan latar belakang suku, agama dan mendiami wilayah yang memiliki karakteristik lokal yang beranekaragam, sehingga akan melahirkan sistem lokal yang berlainan pula. Aceh dengan sistem pemerintahan semi monarkhi, yogyakarta dengan sistem pemerintahan lokal monarkhi dan daerah lain dengan sistem yang berlaianan pula, harus disatukan dengan sebuah sistem yaitu desentralisasi dengan berdasarkan konstitusi Negara Indonesia, tentu akan menimbulkan berbagai singungan dan akan melahirkan permasalahan yang sangat kompleks. 
  2. Selalu ada Hal baru dalam perkembangan Otoda di Indonesia. Dari pemekaran daerah, keberhasilan dan kegagalan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari awal pelaksanaan otonomi daerah dengan landasan UU No. 22 tahun 1999 diibaratkan dearah – daerah seperti orang buta yang baru bisa melihat, sehingga memunculkan istilah terciptanya raja – raja kecil di daerah, bahkan hubungan antara pemerintah kabupaten/ kota dengan pemerintah provinsi menjadi kurang harmonis disebabkan tidak jelasnya pembagian kewenangan antar daerah. Ada juga fakta berpindahnya korupsi dari Pusat ke  Daerah, sebagaimana di jelaskan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian dalam Negeri Prof. Djohermansyah Johan tahun 2014 bahwa 2/3 kepala daerah terlibat kasus korupsi, kemudian sampai sekarang banyak anggota legislatif baik pusat dan daerah yang terlibat korupsi, ini akibat overlaping pekerjaan sunguh sangat ironi padahal maksud diluncurkannya otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan dan pembangunan yang berbasis kearifan lokal dan partisipasi masyarakat. 
  3. Program – program otonomi daerah masih meninggalkan berbagai masalah yang belum selesai, atau belum sesuai dengan cita – cita reformasi, dan juga ada kemajuan yang signifikan. Diantara masalah – masalah yang belum selesai dan membutuhkan penyelesaian selanjutnya adalah: 
  • Nasionalisme kedaerahan 
  • Batas wilayah baik provinsi, kabupaten bahkan sampai batas desa 
  • Perimbangan keuangan pusat dan daerah
  • Aturan yang tumpang tindih 
  • Keterbatasan sumber daya (manusia, alam dan financial) dll 

Pemikiran Pendukung dan Penentang Otonomi Daerah Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1999 banyak juga menimbulkan pro dan kontra, hal ini dirasakan wajar menginggat lebih 32 tahun Indonesia menganut sistem sentralisasi yang banyak menguntungkan pihak – pihak tertentu, tetapi juga merugikan pihak lain terutama masyarakat di daerah. Secara konsep ada beberapa pihak yang mendukung dan menentang pelaksanaan desentralisasi diantaranya dapat dijelaskan sbb : 


Pemikiran Pendukung Otoda di Indonesia 

Sekurang – kurangya ada 4 Perspektif alasan pihak yang mendasari segi positif otoda untuk dilaksanakan yaitu :
  1. Otoda adalah sarana untuk perwujudan demokratisasi Para pendukung Otoda mengklaim bahwa otoda dapat memajukan demokrasi dalam artian, akan menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyat, menjadikan dukungan rakyat lebih nyata, dan meningkatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Dengan pemerintahan hasil pilihan dari masyarakat diharapkan pemerintah daerah itu memahami permasalahan di daerahnya sehingga dalam menyusun perencanaan pembangunan akan lebih mudah.
  2. Otoda membantu meningkatkan kualitas dan efesiensi pemerintahan Cohen dan Peterson dan OECD (Mas’ud Said, 2005:25) menjelaskan bahwa otonomi daerah bisa memajukan sebuah sistem administrasi pemerintahan yang efesien dan kreatif, dan OECD mengemukakan bahwa otonomi daerah dapat meningkatkan efektifitas sektor publik. Dengan jenjang pengambilan keputusan yang lebih pendek, membuat efektifitas pemerintahan semakin baik. Lebih lanjut Rondinelli dan Cheema menegaskan bahwa proses otonomi  daerah menuntut pembaharuan struktur dan institusi pemerintahan serta pembangunan kemampuan legislatif, maka kita bisa melihat bahwa otonomi daerah akan memberikan peluang untuk mendorong pengelolaan pemerintahan yang lebih baik, sehingga otonomi daerah merupakan sebuah pra-kondisi bagi tercapainya pengelolaan pemerintahan yang baik atau good governance, Mas’ud Said (2005 : 26). 
  3. Otoda dapat mendorong stabilitas dan kesatuan nasional Triesman dari Bank Dunia (1999) menyatakan tujuan utama otonomi daerah ialah untuk mempertahankan stabilitas nasional saat berhadapan dengan tekanan kedaerahan. Ketika sebuah negara sangat terpecah – pecah, terutama atas  dasar letak geografis dan etnis, otonomi daerah akan bisa menjadi pendorong atau mekanisme intutiusional bagi kelompok – kelompok yang bertentangan untuk terlibat dalam proses tawar menawar yang bersifat formal sesuai dengan aturan. Dalam konteks Indonesia untuk mengatasi separatisme berkembang maka dengan konsep otonomi daerah dapat direduksi, kasus Aceh dan papua misalnya yang dapat diselesaikan secara baik dengan otonomi khusus, tak terbayang jika tidak ada otonomi khusus mungkin sampai saat ini kedua daerah ini masih terlibat konflik vertikal dengan pemerintah pusat, bahkan dikuatirkan dapat merembet ke daerah lainnya. 
  4. Otoda memajukan pembangunan daerah Lebih lanjut Sarundajang (Riant Nugraho, 2000 : 46) menjelaskan otonomi daerah sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi daerah, yang pertama hak dan wewenang untuk memanajemeni daerah, dan tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemni daerah, sementara “ daerah “ dalam arti local state government adalah pemerintah daerah yang merupakan perpanjangan  tangan pemerintah pusat. 
Otonomi daerah adalah keluasan dalam hak dan wewenang serta kewajiban dan tangung jawab badan pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan keadaan dan kemampuan daerahnya sebagai wujud dari manifestasi desentralisasi atau devolusi.   
Senada dengan hal tersebut, Kaloh (2002 : 57) menyataka bahwa inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintahan daerah (discreationary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas, dan peran aktif masyarakat dalam mengembangankan dan memajukan daerahnya. 
Pemerintahan sendiri maksudnya disini adalah pemerintahan yang bebas dari campur tangan pemerintahan pusat (desentralisasi) dan adanya pendelegasian wewenang  kekuasaan kepada pemerintahan dibawahnya. Selanjutnya Widjaya (2002 :7) juga mengatakan bahwa melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah dengan pola sentralisasinya. 


Pemikiran Penentang Otonomi Daerah

Selanjutnya terdapat juga argumentasi yang menentang pelaksanaan otonomi daerah, dengan alasannya sbb :
  1. Fragmentasi dan Perpecahan, Smith (1985 : 5) sebagaimana yang dikutip oleh Mas’ud Said mengatakan bahwa otonomi daerah tidak dengan sendirinya memposisikan diri lebih baik dalam rangka negara kesatuan nasional, justru bisa memperkuat “ parokialisme “ bagi separatisme, diabaikanya kepentingan – kepentingan nasional yang lebih luas dan terciptanya kepentingan – kepentingan daerah yang dangkal. Keruntuhan Uni Soviet, Pemberontakan Moro di Fhilipina dan Desintegrasi Timor – Timur di Indonesia adalah Contohnya.
  2. Merosotnya Kualitas Pemerintahan, Turner dan Hulme, 1999 menyebutkan berdasarkan hasil penelitian di 166 Negara menunjukan bahwa keterbatasan kapasitas dan kapabilitas  pemerintah di daerah akan berpengaruh kepada kualitas  pelayanan publik, Tiesman (2003) menambahkan bahwa semakin banyak level hirarkhi pemerintahan ke yang lebih rendah akan menyuburkan korupsi sehingga efektifitas pelayanan publik menjadi rendah. 
  3. Kesenjangan Antar daerah, Smith (1985) menyebutkan akan terjadi disparitas di antara provinsi dan antar individu, hal ini disebabkan karena sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tidak merata di masing – masing daerah.  Kesenjangan antar daerah ini telah dirasakan Indonesia  dimasa orde baru, tetapi di masa otonomi daerah dengan UU No. 22 Tahun 1999 kesenjangan tersebut justru semakin bertambah, yang seharusnya dengan adanya otonomi daerah – daerah dapat berkompetisi dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan publik. 
Disparitas itu terjadi karena salah dalam memahami makna UU No. 22 Tahun 1999, sehingga munculah daerah kaya dan daerah miskin, yang disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alamnya.
Pada waktu itu Riau, Kalimantan Timur, Sidoarjo dan Aceh menjadi daerah yang makmur, sementara NTT dan Bengkulu menjadi daerah yang kurang maju, bahkan di Aceh sendiri tercipta disparitas antara Kabupaten penghasil Migas dengan Kabupaten yang tidak memiliki Migas, bahkan tunjangan jabatan eselon untuk pejabat struktural di daerah juga mengalami perbedaan karena perbedaan kemampuan keuangan daerah sehingga timbulah gap.

Disparitas antar wilayah sangat berbahaya bagi kesatuan nasional, maka untuk mengatasi disparitas tersebut harus diciptakan sistem pembagian kekuasaan dan pengelolaan keuangan yang berkeadilan antara pusat dan daerah. Salah satu bentuk yang dilakukan oleh Indonesia adalah memberlakukan Undang – undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.


Daftar Pustaka

DINAMIKA OTONOMI DAERAH  DI INDONESIA, Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Malikussaleh.,  oleh; FERIZALDI, SE, M.Si 

Jumat, 08 Mei 2020

Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Investasi


Untuk mempercepat perbaikan iklim bisnis dan kinerja sektor riil di daerah, harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya persaingan antardaerah dalam menarik investasi sebanyak-­banyaknya ke daerah tersebut.  Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu giat dalam menarik investasi sekaligus mempertahankan dan meningkatkan investasi yang sudah ada di daerah masing-­masing. Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk Perda­perda diharapkan mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan memberikan berbagai insentif serta kemudahan bagi investor dalam melakukan usaha. Dengan otonomi yang dimiliki, peran pemerintah daerah kini menjadi sama pentingnya dengan pemerintah pusat dalam peningkatan investasi. 

Pemerintah Daerah dituntut dapat berkreasi dalam menangani permasalahan iklim investasi di daerah masing­-masing melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi daerah.  Hal ini disebabkan oleh motivasi pelaku usaha atau investor untuk berpindah atau melakukan investasi di daerah lain yang memiliki
daya tarik lebih tinggi.  Investor akan memilih lokasi yang menawarkan peluang keuntungan lebih besar dengan risiko lebih kecil. Efektivitas kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi dipengaruhi oleh instrumen kebijakan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. 

Instrumen kebijakan untuk meningkatkan investasi berupa: 
  1. peraturan perundangan dalam kerangka regulasi, 
  2. pengelolaan belanja daerah dalam kerangka investasi dan layanan publik, antara lain untuk penyediaan layanan terpadu. 
Mengingat jumlahnya yang mayoritas dan kontribusinya yang besar terhadap perekonomian nasional dan daerah selama ini, maka sangatlah wajar jika fokus perhatian diberikan kepada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, yang dilakukan antara lain dengan pendekatan pengembagan sektor unggulan melalui klaster industri.


A. Kerangka Regulasi

Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat.  Indonesia sekarang tidak hanya bersaing dengan Malaysia,
Thailand, dan Filipina, tetapi juga China, Vietnam, dan mungkin akan menyusul Kamboja.  Dengan melihat kondisi tersebut, Indonesia harus lebih aktif dalam menarik investasi. Untuk itu, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan paket kebijakan investasi berupa deregulasi dalam lima bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat), menengah, dan koperasi. 

Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006 yang berlaku sejak akhir tahun 2006 sampai dengan tahun 2010.  Dalam setiap bidang paket kebijakan investasi tersebut terdapat kebijakan, program, tindakan, keluaran, tenggat waktu, dan penanggung jawab.  Paket kebijakan tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian atas kondisi iklim investasi di tanah air. Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006.

Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai pembenahan dan pengembangan insentif investasi di daerah masing­masing untuk mendukung pelaksanaan paket kebijakan tersebut. Sehubungan dengan itu, Undang­undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah khususnya dalam pasal 176, telah memberikan payung hukum bagi diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi. Ketentuan dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah, dalam rangka meningkatkan perekonomian daerahnya, dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang­ undangan. 
Selanjutnya dijelaskan bahwa insentif dan/atau kemudahan investasi tersebut mencakup antara lain penyediaan sarana, prasarana, dan stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin. Pemerintah daerah juga perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga untuk memadukan tugas dan fungsi serta kebijakan yang bersifat lintas sektor. Bagi Pemerintah Daerah, persaingan yang makin tajam membuat tugas ke depan semakin berat.  Dalam hal ini, daerah harus menyiapkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menjadi daerah tujuan ivestasi dan pusat pengembangan industri yang tidak dihalangi oleh batas wilayah (daerah dan negara).

Komunikasi, koordinasi dan konsultasi perlu pula dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan para pengusaha (investor). Pemerintah Daerah harus menyadari bahwa pengusaha adalah pelaku utama perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan daerah hanya dapat dilakukan dengan dukungan dunia usaha. Para pengusaha akan memandang kebijakan otonomi daerah dan paket kebijakan investasi yang dikeluarkan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan.  
Kebijakan tersebut menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah Daerah memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi dan kegiatan usaha secara sungguh­sungguh.  Sebaliknya, kebijakan tesebut akan menjadi sebuah tantangan apabila pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan munculnya ketidaksesuaian antara kebijakan  yang dikeluarkan dengan kebutuhan pelaku usaha.  Hal ini terjadi apabila Pemerintah Daerah mengabaikan suara dunia usaha dalam merencanakan dan menerapkan kebijakan. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hubungan ini tumbuhnya berbagai forum kemitraan lintas pemangku kepentingan (multi stakeholders) di daerah patut dihargai dan didukung.


B. Kerangka Anggaran

Bagi masyarakat, Pemerintah Daerah dianggap berhasil apabila dapat memberikan layanan publik yang memadai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Daerah harus bekerja keras untuk menumbuhkan investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Investor potensial dapat berasal dari pengusaha daerah itu sendiri maupun pengusaha luar daerah, bahkan pengusaha luar negeri. Siapapun calon investornya, syarat utama berkembangnya investasi di suatu daerah adalah adanya iklim investasi yang sehat dan kondusif, sehingga tidak terjadi ekonomi biaya tinggi. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efisien, efektif, relevan, ekonomis dan tanpa kebocoran sebagai instrumen untuk menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan mening­katkan pendapatan masyarakat setempat.

Beberapa daerah telah berhasil melakukan efisiensi dan efektivitas pengeluaran/belanja, dan bahkan akhirnya dapat memberikan beberapa pelayanan publik yang lebih baik terhadap masyarakat, walaupun pada awalnya sulit untuk dilakukan.

Pengelolaan APBD perlu mempertimbangkan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi secara efisien dan efektif dalam membiayai pem­bangunan daerah. Dari fungsi alokasi, belanja daerah dilakukan untuk menyediakan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak di daerah dan tidak dapat disediakan sendiri oleh masyarakat daerah.  Selain itu, belanja daerah juga dapat dialokasikan dalam kerangka investasi.  Investasi yang dilakukan harus pada sektor­ sektor prioritas yang dimiliki daerah sehingga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan akhirnya memperbaiki pendapatan masyarakat setempat. 
Sektor prioritas yang dimaksud adalah sektor infrastruktur dan sektor­ sektor yang mampu memberikan nilai tambah dan output yang cukup tinggi bagi perekonomian serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Selain untuk investasi, belanja daerah juga diharapkan dapat dialokasikan kepada hal­hal yang dapat mendorong kinerja sektor riil, seperti misalnya perbaikan sistem pelayanan, infrastruktur, pelatihan keterampilan tenaga kerja, penyediaan dana stimulan, pemberian modal usaha dan bantuan teknis, dan lain­lain.

Dari fungsi distribusi, belanja daerah juga harus berpihak terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah dan wilayah yang perlu penanganan khusus melalui berbagai program pembangunan
daerah yang lintas sektor.  Fungsi yang dijalankan Pemerintah Daerah mampu menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang merata, baik antar individu masyarakat maupun antar bagian wilayah di daerahnya.
Fungsi stabilisasi dari belanja daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah.  Pada saat perekonomian daerah sedang lesu, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja daerah yang bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian daerah sehingga hasilnya akan dapat meningkatkan peranan masyarakat dan swasta dalam perekonomian daerah.  Kemudian pada saat perekonomian daerah bergerak cepat didukung oleh swasta, belanja Pemerintah Daerah perlu diarahkan untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dengan mengutamakan pada penguatan jaringan pemasaran, pengembangan teknologi informasi dan pemeliharaan lingkungan.    


C. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Dalam era persaingan global yang menuntut efisiensi dan akurasi, pelayanan birokrasi yang cepat, murah, dan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien sudah menjadi kebutuhan umum. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, khususnya percepatan dan simplifikasi perijinan di daerah, pemerintah berusaha melakukan terobosan reformasi birokrasi dengan diberlakukannya Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 

Beberapa kabupaten/kota telah menerapkan inovasi pelayanan prima sejak beberapa tahun sebelum peraturan tersebut disusun.  Saat ini, sekitar 80 kabupaten/kota telah melakukan berbagai upaya inovatif dalam membenahi kualitas pelayanan bagi investor dan masyarakatnya dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pemerintah Daerah Sragen, Parepare, dan Sidoarjo telah memperoleh
sertifikasi standar mutu menejemen ISO 9001:2000.  
Langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut adalah mempercepat proses perijinan tidak lebih dari tujuh (7) hari. Hal ini lebih cepat dari ketentuan yang diatur dalam Kepmendagri selama 15 hari. Kecepatan, transparansi, dan keramahan petugas palayanan perijinan telah memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan. Kabupaten Sragen, Jawa Tengah misalnya telah mengembangkan kebijakan ramah investasi dengan mengembangkan kantor pelayanan  terpadu (KPT) yang dapat memberikan layanan one stop service atas 52 perizinan dan 10 jenis pelayanan administrasi kependudukan yang masuk dalam kategori non perizinan sejak akhir tahun 2002.  Dampak dari kemudahan yang diberikan lewat KPT terlihat dari perbandingan kondisi ekonomi sebelum dan sesudah ada KPT (tahun 2002 dan 2003). Investasi industri mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten Sragen meningkat dari Rp 30,7 miliar menjadi Rp 35,2 miliar (naik 16,6
persen). Investasi industri besar meningkat dari Rp 110 miliar menjadi Rp 394,8 miliar (naik 213 persen). Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor industri juga meningkat dari 28.976 orang menjadi 41.800 orang (naik 44,29 persen) (Kompas, 22 September 2006). 


D. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi

Berbeda dengan usaha skala menengah dan besar yang terkonsentrasi di kota­kota besar saja, UMKM tersebar luas di seluruh daerah.  Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan barang dan jasa dalam negeri.  Keberadaan tersebut memberi petunjuk bahwa kebijakan pemberdayaan UMKM dan koperasi sangat strategis untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar rakyat sekaligus meningkatkan pemerataan  pembangunan.

Orientasi pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup dua fokus, yaitu pemberdayaan usaha mikro, dan pemberdayaan UKM dan koperasi. Pemberdayaan usaha mikro pada dasarnya diarahkan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan pemberdayaan UKM dan koperasi diarahkan untuk menurunkan angka pengangguran dan mendorong ekspor bersamaan dengan upaya mendorong perekonomian daerah. Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM perlu dilaksanakan melalui langkah­langkah yang terencana, sistematis, institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat yang luas. Langkah pemberdayaan yang penting adalah membuka  kesempatan berusaha, meningkatkan akses kepada sumberdaya  produktif, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi, terutama jiwa kewirausahaannya.

Perluasan kesempatan berusaha bagi UMKM dan koperasi diwujudkan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui upaya bersama pemerintah pusat dan daerah untuk :
  1. menyederhanakan proses perizinan usaha serta menyediakan adanya kepastian lokasi usaha;
  2. mengurangi biaya transaksi, terutama menghapus biaya­biaya pungutan yang tidak wajar; 
  3. memberikan perlindungan terhadap praktik­ praktik usaha yang curang; serta 
  4. memantau dan memperbaiki regulasi dan kebijakan baik sektoral maupun daerah yang menghambat perkembangan UMKM dan koperasi.

Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif meliputi akses kepada sumber­sumber permodalan/pembiayaan, teknologi, pasar dan informasi. Pengembangan institusi/lembaga yang dapat menjalankan fungsi intermediasi berbagai sumberdaya produktif tersebut di seluruh daerah menjadi program penting agar UMKM dan koperasi dapat memanfaatkan peluang yang tersedia.  Di samping itu, pelatihan dan pendampingan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi juga menjadi satu kesatuan  dari upaya pemberdayaan tersebut.


E. Pengembangan Klaster

Peningkatan daya saing suatu daerah dapat ditempuh dengan mengembangkan sektor unggulan berbasis pada sumberdaya lokal dengan didukung pengetahuan, teknologi dan informasi. Pengembangan sektor unggulan tersebut dilakukan melalui suatu perencanaan yang terfokus dan strategis pada suatu wilayah khusus yang dikenal sebagai klaster bisnis. Pengembangan suatu klaster ditujukan untuk memusatkan berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bersaing dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan atau industri yang dikembangkan dalam suatu klaster bisnis umumnya berskala kecil dan menengah meliputi : 
  • industri berbasis pertanian (agroindustri);
  • industri kerajinan; 
  • industri pengolahan; 
  • industri teknologi; dan 
  • informasi,dan lain­lain. 
Perusahaan atau industri yang berusaha dalam wilayah khusus tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi, dan infrastruktur. Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Klaster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terlibat di dalam klaster tersebut. Dalam konteks peningkatan daya saing, pengembangan klaster memberikan beberapa keuntungan.  Pertama, klaster akan meningkatkan produktivitas melalui efisiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi  teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal.  Kedua, klaster akan  mendorong lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antarperusahaan dalam suatu klaster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual. Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah.  Ketiga, klaster akan mendorong tumbuhnya usaha­usaha baru dalam rumpun industri terkait.  Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam klaster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha. Keberhasilan suatu klaster dapat oleh faktor penentu kekuatan klaster, yaitu:
  • spesialisasi; 
  • kapasitas penelitian dan pengembangan;
  • pengetahuan dan keterampilan;
  • pengembangan sumber daya manusia;
  • jaringan kerjasama dan modal sosial; 
  • kedekatan dengan pemasok; 
  • ketersediaan modal; 
  • jiwa kewirausahaan; dan
  • kepemimpinan dan visi bersama. 

Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai fasilitator, koordinator, dan supervisor dalam pengembangan klaster. Pemerintah Daerah dapat menjadi fasilitator untuk pengembangan kerjasama/kemitraan dan jaringan usaha (networking) diantara pelaku bisnis dalam klaster.  Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mengkoordinasikan  dukungan teknis dan permodalan usaha bagi pengembangan klaster bisnis. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan penting dalam menumbuhkan permintaan terhadap produk­produk klaster (melalui belanja pemerintah), terutama di daerah­daerah dimana usaha kecil dan menengah banyak mengalami kesulitas dalam mengakses pasar dan sumber pembiayaan usaha.  



Daftar Pustaka 

Buku Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah 2017 (Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat - Daerah) 

Kerja Sama AntarDaerah


Setiap Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom dituntut Setiap pemerintah dapat menyediakan pelayanan publik yang optimal.  Di samping itu,  kabupaten/kota sebagai daerah otonom dituntut dapat menyediakan pelayanan publik yang optimal.
Pemerintah Kabupaten/Kota juga diharapkan kreatif dan inovatif dalam mengelola sumberdaya bagi pembangunan ekonomi. Perbaikan pelayanan publik akan meningkatkan daya tarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Salah satu kendala dalam peningkatan pelayanan publik dan pengembangan ekonomi daerah adalah keterbatasan kapasitas daerah (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, kelembagaan dan asset daerah). Salah satu inovasi untuk mengatasi masalah tersebut adalah kerjasama antardaerah.  Pengalaman di berbagai negara dan prakarsa yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kerjasama antardaerah akan meningkatkan
kapasitas Pemda dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas  dan terjangkau, dan percepatan pembangunan daerah. Kerjasama antardaerah akan menjadi pilihan yang paling rasional di masa depan dengan empat pertimbangan. 

Pertama, sebagian besar daerah menghadapi permasalahan keterbatasan fiskal. Kerjasama antar daerah yang berdekatan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dalam penyediaan pelayanan publik.  

Kedua,   perkembangan wilayah dan dinamika pergerakan manusia semakin mengaburkan batas- batas administratif.  Dalam konteks pengembangan ekonomi lokal, kerjasama  Kerjasama  antar daerah akan menjadi pilihan yang paling rasional di masa depan. 
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah mendorong pengembangan klaster industri untuk meningkatkan daya saing produk. Sumberdaya masing-masing daerah dapat  dikembangkan secara sinergis menjadi suatu keunggulan bersama yang saling melengkapi.

Ketiga,   adanya eksternalitas dalam setiap kegiatan pembangunan, baik positif maupun negatif. Kerjasama antardaerah dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pemecahan  masalah eksternalitas negatif yang sering terjadi seperti bencana banjir, kekeringan,  kebakaran dan tanah longsor sebagai akibat dari pemanfaatan sumberdaya alam yang  kurang bijaksana. Kerjasama antardaerah juga akan menciptakan eksternalitas positif berupa pengelolaan sumberdaya, peningkatan produktivitas, perluasan pemasaran dan  penciptaan lapangan kerja bagi penduduk sekitar. 

Keempat, adanya kesenjangan antardaerah dan antarpenduduk dan munculnya masalah sosial baru sebagai akibat migrasi penduduk dari daerah miskin ke daerah kaya.
Kerjasama antardaerah akan meningkatkan efektivitas pemecahan masalah kependudukan dan kemiskinan. 
             
Kelima, terjadinya tumpang tindih perizinan pengelolaan sumber daya alam.
Pengeluaran surat izin, surat keterangan dan bukti hak atas kepemilikan tanah ulayat yang terjadi di  wilayah perbatasan antardaerah oleh masing-masing daerah seringkali tumpang tindih sehingga mengakibatkan konflik horisontal dan berdampak pada terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban umum.

Kerjasama antardaerah dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya, dan pemecahan masalah lintasdaerah dalam bidang: 
  1. peningkatan pelayanan publik; 
  2. penataan ruang antardaerah; 
  3. penanggulangan kemiskinan dan masalah sosial lain; 
  4. pengembangan kawasan perbatasan; 
  5. penanggulangan bencana;
  6. penanganan potensi konflik; dan 
  7. pengembangan ekonomi dan promosi.  
Peran pemerintah provinsi sangat penting dalam mendorong dan memfasilitasi kerjasama antardaerah. Beberapa contoh kerjasama antardaerah yang telah berjalan baik selama
ini antara lain adalah: 
  1. KARTAMANTUL (bentukan kerjasama antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul);
  2. SUBOSUKAWONOSRATEN (kerjasama diantara 6 kabupaten dan 1 II  -  20 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kota eks Karesidenan Solo: Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten), 
  3. JAvA PROMO (beranggotakan sebanyak 14 kab/kota, di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah);
  4. BARLINGMASCAKEB (kerjasama antar daerah yang melibatkan Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen);
  5. Pengelolaan sampah terpadu di JABODETABEKJUR (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur);
  6. Kerjasama Pengembangan Wilayah PAWONSARI (Pacitan, Wonogiri, dan Gunung Kidul); 
  7. Badan Kerjasama Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan (BK-PTSP) yang meliputi Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Jayawijaya, Mimika, Nabire, Paniai, Puncak Jaya, Mimika, Asmat, Boven Digoel dan Kaimana.

Pada saat ini sudah diusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kerjasama Antar Pemerintah Daerah. Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi pemerintahan daerah untuk melakukan kerjasama sesuai dengan karateristik dan kebutuhan lokal. Di samping itu, kerjasama antara daerah diharapkan menjadi salah satu solusi (terobosan) untuk mengurangi dorongan pemekaran daerah. 


Daftar Pustaka 

Buku Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan Daerah 2017 (Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat - Daerah) hal. 

DOWNLOAD Form MODEL BB.RIWAYAT.HIDUP.CALON.KWK DOC.Word PKPU 08 tahun 2024

Pada artikel ini kami akan membahas dan menyiapkan file download dalam bentuk MS. Word, tentu dalam file ini yang akan di download ini, kawa...