OTONOMI DAERAH
Dalam mengatur segala sistem pemerintahan yang telah diberikan kewenangan pada pemerintah daerah yang telah berlangsung sejak berakhirnya masa kemerdekaan dan zaman orde baru dalam sejarah panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka negara ini telah menerapkan sistem pemeritahan dengan memberikan kekuasan sepenuhnya untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri setiap daerah (desentralisasi) provinsi, kabupaten kota dengan tujuan untuk lebih efisensi penyelenggaraan pemeritahan dan kebijakan daerah sesuai dengan kebutuhan daerah guna untuk memajukan dan meningkatkan daya saing setiap daerah yang ada dalam tertorial NKRI.
Dalam mengatur dan mengelola potensi yang dimiliki oleh setiap daerah yang diberikan Otonomi Daerah sehingga dapat dengan leluasa untuk mengembakan dan mengatur urusan daerahnya, baik dari segi pembuatan peraturan daerah yang memberikan nilai positif untuk kemajuan daerah tersebut.
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan suatu
pilihan politik suatu bangsa, hal ini merupakan dampak penerapan dari bentuk sebuah negara. Masing-masing negara menerapkan otonomi daerah sesuai dengan kondisi politik kekuasaan negara tersebut. Penerapannya di Indonesia pun seperti “Bandul jam” yang bergerak ke kiri dan ke kanan. Hal ini terlihat dari perjalan penerapan desentralisasi di Indonesia yang bergerak antara sentralisasi dan desentralisasi, sebagaimana yang digambarkan berikut di bawah ini:
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan suatu
pilihan politik suatu bangsa, hal ini merupakan dampak penerapan dari bentuk sebuah negara. Masing-masing negara menerapkan otonomi daerah sesuai dengan kondisi politik kekuasaan negara tersebut. Penerapannya di Indonesia pun seperti “Bandul jam” yang bergerak ke kiri dan ke kanan. Hal ini terlihat dari perjalan penerapan desentralisasi di Indonesia yang bergerak antara sentralisasi dan desentralisasi, sebagaimana yang digambarkan berikut di bawah ini:
![]() |
Keterangan:
UU No 23/14 lebih mengarah ke sentralisasi
di banding dengan ke dua UU
sebelumnya.
1. Pengertian Otonomi Daerah
Secara etimologi Kata Otonomi bersal dari bahasa Yunani yaitu “Autos” berarti ‘sendiri’ dan “namos” yang artinya “peraturan atau undang-undang”. Jadi dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah adalah peraturan perundang-undangan sendiri.
Pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014), Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh “Hoessein” bahwa Otonomi mengandung konsep kebebasan untuk berprakarsa dalam mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status demikian tanpa kontrol langsung oleh pemerintah pusat. Pemerintahan daerah (local government) dan otonomi daerah (local autonomy) tidak dicerna sebagai daerah atau pemerintah daerah tetapi merupakan masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan yang menjadi perhatian keduanya bersifat lokalitas karena basis politiknya adalah lokalitas tersebut bukan bangsa. Sehingga dalam perkembangannya suatu daerah menyesuaikan dengan kebutuhan baik dari segi sosial budaya maupun dengan letak geografisnya dengan mengembangkan potensi dan membuat aturan baru sesuai kebutuhan daerah tesebut tetapi tidak bertentangan dengan perundangan-undangan yang ada. Tetapi menyesuaikan dengan mekanisme yang telah di atur baik dalam perundang – undangan maupun regulasi yang menjadi dasar dalam otonomi daerah.
Inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Pemberian kekuasan pemerintah pusat ini kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk lebih mengembangkan potensi yang ada disetiap daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya tetapi tidak terlepas dari hubungan pemerintah pusat dalam penyelenggaraannya. Contohnya :
seperti, Aceh kini termasuk banyak memiliki berbagai kesejahteraan di masyarakatnya salah satunya adalah adanya pendidikan gratis di Aceh. Dibandingkan dengan daerah lainnya dalam hal biaya pendidikan. Aceh sangat memberi keleluasaan pada masyarakatnya agar dapat mengenyam pendidikan hingga ke jenjang tertinggi tanpa banyak mengeluarkan biaya. Itulah salah satu contoh keistimewaan dari Otonomi Daerah.
2. Ciri-Ciri Otonomi Daerah
Dalam perkembangannya otonomi daerah seperti yang di jelaskan pada defenisi diatas memiliki ciri yaitu sebagai berikut :
- Adanya peraturan daerah masing - masing yang dibuat oleh daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dengan berlandaskan undang undang yang mengatur pembentukanya serta tidak bertentangan.
- Hanya presiden atau raja sajalah yang berwenang untuk menentukan hukum.
- DPRD Propinsi atau DPRD Pusat tidak punya hak veto terhadap rancangan undang - undang atau undang - undang yang disahkan DPR.
- Peraturan daerah dapat dicabut oleh pemerintah pusat Bersifat semi sentralisasi.
- Adanya suatu intervensi kebijakan dari pusat. Jika melakukan perjanjian dengan pihak asing, maka diperlukan persetujuan pemerintah pusat.
- Pos APBN dan APBD saling tergabung. Pengeluaran dalam APBD dan APBN dihitung dengan metode perbandingan.
- Setiap daerah yang berada dalam wilayah kedaulatan negara tidak yang diakui sebagai negara yang berdaulat sehingga tidak tercerai berai.
- Masing - masing daerah dapat mandiri dengan mengurusi rumah tangganya sendiri.
- Keputusan pemerintah daerah diatur langsung oleh pemerintah pusat.
- Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM dan SDA nya dilibatkan.
- Masalah daerah menjadi tanggungjawab bersama yang harus diatasi.
- Terdapat 3 kekuasaan ditingkat daerah yang tidak diakui yaitu : Hari libur nasional diakui, Bendera nasional tetap dapat diakui, dan Bahasa nasional sajalah yang diakui.
3. Tujuan dari Otonomi Daerah
Mendorong terbentuknya pemerintah daerah yang otonom memiliki tujuan dengan berdasarkan undang - undang nomor 24 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal (2) ayat (3) menyebutkan bahwa tujuan otonomi daerah ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang memang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. berdasarkan tujuan tersebut dapat di jelasakan yaitu sebagai berikut :
- Meningkatkan pelayanan umum – Dengan adanya otonomi daerah diharapkan ada peningkatan pelayanan umum secara maksimal dari lembaga pemerintah di masing-masing daerah. Dengan pelayanan yang maksimal tersebut diharapkan masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari otonomi daerah.
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat – Setelah pelayanan yang maksimal dan memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah otonom bisa lebih baik dan meningkat. Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan hak dan wewenangnya secara tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.
- Meningkatkan daya saing daerah – Dengan menerapkan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan daya saing daerah dan harus memperhatikan bentuk keanekaragaman suatu daerah serta kekhususan atau keistimewaan daerah tertentu serta tetap mengacu pada semboyan negara kita “Bineka Tunggal Ika” walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua.
4. Hubungan Pemeritah Daerah Dan Pemeritah Pusat
Dalam hubungan pemberian kewenagan pada pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahannya sendiri merupaka perwujudan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembukaan alenia ke IV yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18A, dibentuklah hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang meliputi:
1. Wewenang
2. Keuangan
3. Pelayanan Umum
4. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras antara Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan negara. Dalam mencapai tujuan negara tersebut pemerintah pusat membentuk hubungan dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai konsekuensi dari desentralisasi yang dianut dalam pemeritahan suatu negera. Bila kita mengadopsi teori Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard tentang konsep dasar kepemimpinan situasional4 ke dalam hubungan pemerintah pusat sebagai pemerintah level atas (pemimpin) dan pemerintah daerah sebagai pemerintah level bawah (dipimpin) maka dapat dimodelkan hubungan sesuai teori tersebut yaitu: telling, selling, partisipatif, dan delegatif. Berdasarkan hubungan tersebut maka dapat digambarkan hubungan pemerintah pusat dan daerah berdasarkan wewenang adalah sebagai berikut:
- Telling; provide specific instruction and closely supervise performance yaitu memberikan arahan tugas yang spesifik dan mengawasi pekerjaan secara ketat.Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang spesifik dan mengawasi secara ketat implementasi kebijakan tersebut. Model hubungan ini disebut model hubungan direktif.
- Selling; explain decion and provide opportunity for clarification yaitu menjelaskan arah tugas dan membuka kesempatan klarifikasi. Hal ini terlihat bahwa pemerintah pusat mengurangi campur tangan dan membuka ruang konsultasi kepada pemerintah daerah sehingga penyelenggaraan pemerintahan lebih terarah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Model hubungan ini disebut model hubungan konsultatif.
- Participating; share ideas and facilitate in decision making yaitu membagi gagasan bersama dan memfasilitasi dalam pengambilan keputusan. Pada model ini pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan kepada pemerintah daerah dengan memfasilitasi kebutuhan dan masukan pemerintah daerah dalam suatu kebijakan. Dalam hal ini tingkat kemandirian daerah sudah lebih mampu, sehingga pemerintah pusat membuka peluang besar untuk komunikasi dengan pemerintah daerah sehingga tercipta kebijakan pemerintah yang didukung penuh oleh pemerintah daerah sehingga model hubungan ini disebut model hubungan partisipatif.
- Delegating; turn over responsibility for decisions and implementation yaitu menyerahkan tanggung jawab atas keputusan dan implementasi. Pada model ini pemerintah pusat hanya mengeluarkan kebijakan secara garis besar dengan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah diberikan. Pemerintah daerah diperkenankan untuk melaksanakan dan memutuskan bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan yang perlu ditangani. Pada model ini tidak lagi diperlukan komunikasi dua arah, pemerintah daerah diberikan peluang untuk berkembang saja Model hubungan ini disebut model hubungan konsultatif.
Jadi Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara.
5. ASAS - ASAS PEMERINTAHAN DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH
Pada hakekatnya, Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia di dasari dengan Asas pemerintahan daerah yang yakni; Asas desentralisasi, Asas dekonsentrasi, dan Asas tugas pembantuan. Melalui Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 dilakukan pengaturan yang bersifat afirmatif yang dimulai dari pemetaan Urusan Pemerintahan yang akan menjadi prioritas Daerah dalam pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. Melalui pemetaan tersebut dapat tercipta sinergi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang Urusan Pemerintahannya di desentralisasaikan ke Daerah
Asas Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Asas Desentralisasi Konsep desentralisasi sering nampak pada pembahasan tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 menjelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Desentralisasi merupakan pembagian fungsi dan tanggungjawab kepada pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan
- Asas Dekonsentrasi Jazim Hamidi menjelaskan bahwa Asas dekonsentrasi adalah pendelegasian wewenang pusat kepada daerah yang bersifat menjalankan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan/ atau membuat keputusan bentuk lainya untuk kemudian dilaksanakan sendiri. Pendelegasian dalam asas dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat dipemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat dipemerintahan. Dalam Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 pengertian dekonsentrasi didefenisikan yakni pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
- Asas Tugas PembantuanPenyelenggaraan asas tugas pembantuan merupakan cerminan dari sistem dan prosedur penugasan Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pembangunan yang disertai dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang memberi penugasan. Dalam Undang - undang nomor 23 tahun 2014 menyebutkan bahwa tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi. Tugas pembantuan dalam hal-hal tertentu dapat dijadikansemacam “terminal” menuju penyerahan penuh suatu urusan kepada daerah atau tugas pembantuan merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh. Bidang tugas pembantuan seharusnya bertolak dari:
- Tugas pembantuan adalah bagian dari desentralisasi dengan demikian seluruh pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan tugas pembantuan adalah tanggung jawab daerah yang bersangkutan.
- Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan. Dalam tugas pembantuan terkandung unsur.
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah Di indonesia
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan salah satu negara Kepulaun yang terbesar didunia yang dari banyak Pulau baik pulau yang besar dan kecil. Pulau Besar terdiri atas 5 pulau yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sementara pulau kecil jumlahnya ribuan. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 17.504 pulau. Tiap wilayah di Indonesia dibagi dalam wilayah daratan dan perairan untuk dikelola oleh pemerintah daerah di dalam batas-batas wilayahnya masing- masing.
Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 18, Ayat 1, dinyatakan bahwa "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang".
Jelaslah bahwa provinsi adalah tingkat pertama pembagian wilayah di Indonesia, kemudian kabupaten atau kota. Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas- luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan Pengaturan pengelolaan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut melahirkan berbagai peraturan perundangn-undangan yang mengatur berbagai sendi-sendi pelaksanaan pemerintahan daerah.
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah merupakan hubungan kekuasaan sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada dasarnya Desentralisasi yang dianut adalah sebagai upaya Permerintah Pusat guna mencapai tujuan Negara yaitu kemakmuran rakyat, perlu adanya hubungan harmonis dari berbagai pihak. Termasuk pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya hubungan yang harmonis, diharapkan terjalin kinerja yang sinergis sehingga pelayanan negara terhadap rakyat dapat diwujudkan deng lebih efisiensi waktu dan pelayanan yang baik terkhusus pada wilayah yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat.
Ditinjau dari sudut hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat dilihat pada hubungan dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam bidang kebijakan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut menjadi tanggung jawab negara.
Peran pemerintah pusat dalam kerangka otonomi Daerah
banyak bersifat menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan (capacity building) agar Daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak pada tataran pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah. Kebijakan yang diambil Daerah adalah dalam batas-batas sotonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi yaitu norma, standar dan prosedur yang ditentukan Pusat.
BACA JUGA TENTANG DESENTRALISASI DAN SENTRALISASI LINK DIBAWAH INI
https://otonomidaerah2020.blogspot.com/2020/01/desentralisasi-dan-sentralisasi.html
BACA JUGA TENTANG DESENTRALISASI DAN SENTRALISASI LINK DIBAWAH INI
https://otonomidaerah2020.blogspot.com/2020/01/desentralisasi-dan-sentralisasi.html
DAFTAR PUSTAKA
- Jazim Hamidi, 2011, Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah, Jakarta, Prestasi Pustaka hlm. 17
- Sadu Wasistiono, Etin Indrayani, dan Andi Pitono, Memahami Asas TugasPembantuan, Bandung: Fokus Media, 2006, hlm. 2.
- Irawan Soejito, 1981, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta: Bina Aksara, hlm.117.
- Bagir Manan. 1994. Hubungan Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, hlm 179.
- Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
- Teori Basic concept of situasional leadership dapat dilihat pada Paul Hersey and Kenneth H. 1988, Blanchard, Management and Organizational Behavior (5th Ed.) utilizing human resources, Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall. h 171.
- Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014..
- Hoessein, Bhenyamin, 2000, Hubungan Penyelenggaraan Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan Daerah, Jurnal Bisnis & Birokrasi No.1/Vol.1/Juli. Departemen Ilmu Administrasi Fisip-UI, hlm 16.
- Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia, 2015, katalog BPS 1101001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar